Krisis Yunani Memburuk, Euro Terpuruk
Jakarta, Strategydesk – Euro langsung terpuruk ke level terendah dalam empat minggu setelah Yunani gagal mencapai kesepakatan dengan kreditor dan menutup aktivitas perbankannya. Sedangkan yen menjadi primadona, reli atas beberapa mata uang di tengah pamor safe haven-nya.
Pembicaraan akhir pekan lalu antara Yunani dan kreditor tidak menghasilkan deal, menyebabkan Yunani pulang tangan hampa. Yunani menolak tawaran yang diberikan oleh kreditor agar bisa mendapatkan kucuran bailout, proposal yang mencakup syarat yang dianggap memberatkan Athena.
Tak adanya deal ini menyebabkan aksi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah atau rush. Di saat yang sama, ECB menghentikan bantuan likuiditas darurat untuk Yunani, menyebabkan bank swasta tidak bisa beroperasi. Merespon hal itu pemerintah Yunani menutup kegiatan perbankan selama enam hari dan menerapkan kendali modal, yang membatasi penarikan uang. Perdana Menteri berencana menggelar referendum pada 5 Juli nanti meminta pendapat publik apakah menerima bailout.
Menambah pilu, Yunani harus membayar utang jatuh tempo ke IMF sebesar 1,6 miliar euro besok, dan karena tidak dapat bailout, hampir dipastikan tidak bisa membayar. Dengan ini, maka Yunani bisa dinyatakan default. Prospek default ini membuka kemungkinan Yunani harus terdepak dari zona euro. Berbagai rangkaian peristiwa ini memberikan tekanan hebat ke euro. Frustasi soal Yunani menggoyang pasar keuangan global dan bila tidak ada tindakan dari para pemimpin Eropa, ini bisa berjalan dalam beberapa hari.
Euro jatuh ke $1,0955, atau 1,3% dibandingkan level penutupan akhir pekan lalu. Kini posisinya di $1,1013. Kejatuhan ini membentuk gap, ada kemungkinan ditutup dulu sebelum melanjutkan kejatuhan. Maka ada peluang untuk bergerak dulu menuju $1,1100, lalu jatuh lagi. Tapi penutupan gap gagal bila terus tertekan di bawah $1,0980.
Sementara, yen berhasil mencatat penguatan tajam atas beberapa mata uang, terutama euro. Di saat penuh ketidakpastian, yen menjadi pilihan. Dorongan atas yen juga datang dari data yang menunjukkan penjualan ritel Jepang tumbuh 3,0% selama Mei dari tahun lalu, di atas prediksi 2,2%. Terhadap dollar, yen sempat menguat sampai ke 122,11, sebelum melemah lagi ke 123,00. Euro terjungkal sampai 133,80 , atau anjlok 2% dari level penutupan sebelumnya.
Pembicaraan akhir pekan lalu antara Yunani dan kreditor tidak menghasilkan deal, menyebabkan Yunani pulang tangan hampa. Yunani menolak tawaran yang diberikan oleh kreditor agar bisa mendapatkan kucuran bailout, proposal yang mencakup syarat yang dianggap memberatkan Athena.
Tak adanya deal ini menyebabkan aksi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah atau rush. Di saat yang sama, ECB menghentikan bantuan likuiditas darurat untuk Yunani, menyebabkan bank swasta tidak bisa beroperasi. Merespon hal itu pemerintah Yunani menutup kegiatan perbankan selama enam hari dan menerapkan kendali modal, yang membatasi penarikan uang. Perdana Menteri berencana menggelar referendum pada 5 Juli nanti meminta pendapat publik apakah menerima bailout.
Menambah pilu, Yunani harus membayar utang jatuh tempo ke IMF sebesar 1,6 miliar euro besok, dan karena tidak dapat bailout, hampir dipastikan tidak bisa membayar. Dengan ini, maka Yunani bisa dinyatakan default. Prospek default ini membuka kemungkinan Yunani harus terdepak dari zona euro. Berbagai rangkaian peristiwa ini memberikan tekanan hebat ke euro. Frustasi soal Yunani menggoyang pasar keuangan global dan bila tidak ada tindakan dari para pemimpin Eropa, ini bisa berjalan dalam beberapa hari.
Euro jatuh ke $1,0955, atau 1,3% dibandingkan level penutupan akhir pekan lalu. Kini posisinya di $1,1013. Kejatuhan ini membentuk gap, ada kemungkinan ditutup dulu sebelum melanjutkan kejatuhan. Maka ada peluang untuk bergerak dulu menuju $1,1100, lalu jatuh lagi. Tapi penutupan gap gagal bila terus tertekan di bawah $1,0980.
Sementara, yen berhasil mencatat penguatan tajam atas beberapa mata uang, terutama euro. Di saat penuh ketidakpastian, yen menjadi pilihan. Dorongan atas yen juga datang dari data yang menunjukkan penjualan ritel Jepang tumbuh 3,0% selama Mei dari tahun lalu, di atas prediksi 2,2%. Terhadap dollar, yen sempat menguat sampai ke 122,11, sebelum melemah lagi ke 123,00. Euro terjungkal sampai 133,80 , atau anjlok 2% dari level penutupan sebelumnya.